Flying Back to Russia with Time Machine (Part II)


Lama tidak menjenguk jurnal pribadi ini, ternyata memang sudah lama sekali ya nggak posting blog :D
Kenapa tiba-tiba menilik lagi kesini? Karena mungkin umur semakin tua (semoga diikuti dengan kedewasaan berpikir dan sikap, amiiin), makin banyak jalan yang dilalui, makin banyak pengalaman yang dinikmati, dan makin banyak ketemu orang, hati dan pikiran ini makin gelisah pengen banget rasanya bisa share apa yang dialami atau unek-unek yang aku pelajari selama ini. Dengan harapan siapapun yang membaca bisa mengambil yang baik, kalaupun tidak setuju dengan ceritaku aku ingin bisa berdiskusi biar bisa makin kaya :)

Dan aku juga sadar bahwa pengalaman yang kita alami dan bagi ke orang lain bisa saja terhapus oleh waktu karena ingatan makin memudar, tapi tidak dengan pengalaman yang dibagi lewat tulisan :)

Kok judulnya pengalaman masa lalu banget tentang Russia? kan udah pernah di share sebelumnya?
Yup, makin ke sini aku banyak belajar bahwa menjalani hidup itu nggak perlu ambisius dan nggak perlu terlalu ngoyo (I did it for years in my entire life before), kadang ada saatnya duduk merenung dan berkontemplasi melihat kembali kenapa kita ada di titik sekarang.

Dan bayangan tentang pengalaman tentang Russia muncul karena akhir-akhir ini banyak pertanyaan :
"Mbak antiik, apa itu solo dan sudden traveling?"
"Mbak antiik, gimana caranya solo traveling? Kok berani sih sendirian?"
Aku pun bertanya dalam hati, kapan ya aku memulai kebiasaan traveling sendirian gini? Ternyata pikiranku tiba-tiba melayang ke perjalananku ke Rusia di umur ku yang belum genap 18 tahun saat itu (walaupun saat SMP aku sering liburan ke Jakarta berdua saja dengan adikku tanpa didampingi orangtua). Mencari-cari momen kala itu, ternyata aku pernah menulis notes Facebook ini saat aku masih di Rusia tahun 2010. Selamat membaca :)
--

Kabar dari Rusia Part 1

Nama saya Aqmarina Awalianti. Saya mahasiswa Universitas Diponegoro, Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi, angkatan 2009. Hari ini tepat 3 minggu lebih 3 hari saya berada di Rusia. Tepatnya saya berada di Kota Chelyabinsk, di sebelah utara Kazakhstan, untuk mengikuti kegiatan AIESEC Global Exchange Program. Saya akan berada di Rusia selama kurang lebih 6 minggu untuk mengikuti kegiatan Sunshine Project yang diadakan oleh AIESEC di Rusia. Sunshine Project ini merupakan project yang digarap oleh AIESEC di Rusia untuk meningkatkan pemahaman perbedaan budaya (cultural understanding) dan toleransi kepada anak-anak, serta mengajarkan kepada anak-anak tentang bahasa Inggris dan keahlian-keahlian khusus, seperti menggambar, menyanyi, dll, di kemah musim panas (summer camp). Walaupun project ini tidak sesuai dengan program studi yang saya ambil di bangku kuliah, tetapi saya yakin pengalaman internasional ini tak kalah berharganya dengan ilmu yang saya dapat di bangku kuliah.

Sejauh ini saya merasa cukup nyaman untuk tinggal di Rusia. Walaupun keadaan nya, baik dari segi budaya, agama, tingkah laku, bahasa, dll, sangat jauh berbeda dengan Indonesia, tetapi saya cukup menikmati hari-hari saya selama berada di Rusia.

Dimulai dari pertama kali tiba di ibukota Rusia, Moscow, saya menemui keadaan yang sangat jauh berbeda dengan Indonesia. Saya menemui papan informasi dan petunjuk di dalam airport dengan menggunakan bahasa Rusia yang susah sekali saya baca. Untungnya, selain bahasa Rusia ada juga papan informasi dan petunjuk dalam bahasa Inggris. Untuk masalah itu saya fikir masih dapat diatasi. Tetapi jangan kaget kalau sampai di Rusia Anda menemui orang-orang dengan wajah yang muram, pandangan tajam, dan tak pernah ada senyum di raut mukanya. Kalau ada orang asing, mereka akan terus memandang orang asing tersebut dengan tajam dan tanpa senyum. Untuk mengademkan hati saya dan mengatasi hal tersebut, saya balas mereka dengan senyum yang ikhlas walaupun mereka tidak akan pernah membalas senyum saya. Kebetulan pada saat di airport saya bertemu dengan orang Rusia yang bekerja di Kedutaan Besar Rusia di Jakarta. Ternyata kami naik pesawat dengan penerbangan yang sama dari Jakarta. Beliau menyapa saya dengan bahasa Indonesia yang sangat fasih. Ketika saya tanya tentang pendapat beliau mengenai Indonesia, beliau bilang “Saya suka orang Indonesia, mereka selalu senyum, sedangkan orang Rusia tidak pernah senyum, mereka selalu cemberut,” kata Beliau sambil memperagakan mimik cemberut dan dengan gaya bahasa orang bule saat berbicara bahasa Indonesia pertama kali.

Mungkin masalah senyum masih bisa diatasi, tetapi untuk masalah bahasa, bahkan di International Airport di Moscow pun hanya beberapa orang yang bisa berbicara bahasa Inggris. Untuk itu saya mendadak mempersiapkan mental saya secara matang untuk menghadapi situasi seperti ini dan menggunakan alternatif lain untuk berbicara dengan bahasa tubuh. Saya berusaha untuk mengerti apa yang mereka mau dan katakan. Pernah saya tidak paham dengan apa yang mereka mau dan katakan kepada saya, tidak segan-segan mereka memarahi saya dengan bahasa Rusia. Inilah karakteristik orang Rusia, mereka sedikit tidak mau menerima orang asing di negaranya, dapat diihat dari mayoritas orang Rusia yang tidak bisa berbahasa Inggris. Namun, pengalaman ini menjadi pengalaman yang sangat bermakna tersendiri dalam kehidupan saya. :)

Sebelum saya mengikuti summer camp, saya berada di Kota Chelyabinsk untuk mengajar di beberapa Linguistic Club selama seminggu, yaitu di YES Linguistic Club, Face to Face Club, dan Speak Freely Club. Saya mengajar tentang pemahaman perbedaan budaya (cultural understanding) dan bahasa Inggris kepada anak-anak usia 15 tahun hingga orang dewasa usia 40 tahun. Saya fikir ini hal yang sulit, tetapi setelah dijalani, hal ini menjadi sangat menyenangkan. Saya tidak bekerja sendirian di sini, tetapi masih ada 15 anak muda lainnya seusia saya dari USA, India, China, Taiwan, Polandia yang mengikuti kegiatan di Chelyabinsk ini. :)

Hal yang paling menarik adalah ketika saya dan rekan saya dari Bandung, Steffani, mempresentasikan Indonesia di depan anggota AIESEC Local Committee Chelyabinsk dan murid-murid saya di Linguistic Club. Kebanyakan dari mereka tidak tahu APA ITU INDONESIA. Ada pula yang tahu tetapi hanya sebatas mendengar. Bahkan ada yang mengira bahwa Indonesia itu adalah negara China, ada pula yang menyamakan dengan Brazil, USA, dll. Mereka baru tahu letak Indonesia setelah saya menunjukkan letak Indonesia di peta dunia. Bahkan pulau Bali yang sangat terkenal pun mereka hanya pernah sebatas mendengar, belum pernah melihat nya secara visual dan baru tahu kalau ternyata pulau Bali merupakan bagian dari Indonesia. Negara sebesar dan seluas Indonesia dengan penduduk 220 juta lebih pun tidak ada yang tahu keberadaannya.

Tetapi setelah saya dan Steffani mempresentasikan Indonesia, serentak mereka berkata “Wow, Indonesia is really interesting.” Pertanyaan pun terus mengalir tiada henti. Dan ada hal yang unik di sesi ini. Mereka melontarkan pertanyaan yang unik tentang Indonesia, mulai dari night life, bahasa Indonesia, bahasa daerah, iklim, suhu udara, budaya, makanan, harga bensin, living cost, fasilitas internet, program Keluarga Berencana, traffic light untuk pejalan kaki, umur gadis menikah, hak wanita setelah menikah, dll. Entah karena memang mereka yang kritis atau penasaran dengan Indonesia karena baru pertama kali tahu lebih dalam mengenai Indonesia. Tetapi dari hal ini saya berani menyimpulkan bahwa bedanya orang Rusia dengan orang Indonesia adalah, orang Rusia benar-benar kritis dan kreatif, mereka tidak punya rasa malu untuk unjuk gigi dan terus melontarkan pertanyaan walaupun bahasa Inggris mereka tidak begitu fasih. Beda dengan orang Indonesia yang agak pemalu saat berbicara di depan umum apalagi untuk berbicara bahasa Inggris. Bahkan ada teman saya dari AIESEC Local Committee Chelyabinsk berkata, “Come on, you are in Russia now, a country of freedom, you have big freedom to show off what you want.”

Saya juga membantu guru untuk mengajar bahasa Inggris di salah satu Linguistic Club di Kota Chelyabinsk, namanya Athena Club. Murid-muridnya beragam, mulai dari 17 tahun hingga 35 tahun. Mereka benar-benar memiliki kemampuan yang basic dalam berbicara bahasa Inggris. Namun mereka tidak malu untuk belajar bahasa Inggris walaupun mereka sudah bekerja dan sudah bukan anak-anak lagi. Mereka sadar bahwa bahasa Inggris sangat penting dewasa ini.

Mengenai Sunshine Project, project ini dilaksanakan di summer camp dan diikuti oleh sekitar 100 anak-anak, mulai dari umur 3 tahun hingga 16 tahun. Mereka adalah anak-anak yang ingin menghabiskan 3 bulan liburan musim panas mereka dengan kegiatan yang positif di summer camp selama hampir 1 bulan. Saya katakan positif karena kegiatan di summer camp ini benar-benar kegiatan yang mengembangkan otak kanan mereka. Tidak ada buku tulis, tidak ada matematika, fisika, tetapi yang ada hanyalah kegiatan yang mengembangkan otak kanan mereka, seperti menyanyi, menari, olahraga, dll. Kebetulan saya berada di Light Blue Wave Camp, beberapa kilometer dari Kota Chelyabinsk, tepatnya di tepi Lake Uvil’d (Danau Uvil’d), danau terbesar di provinsi Chelyabinsk.

Sekarang saya sedang berada di summer camp, bersama 10 rekan saya dari AIESEC China, Taiwan, Indonesia, dan USA. Kami bertanggungjawab untuk membantu tutor di setiap grup yang telah dibagi sebelumnya. Saya dan rekan-rekan bertugas untuk meningkatkan pemahaman perbedaan budaya (cultural understanding) dan toleransi, membantu mereka belajar bahasa Inggris, membantu mereka meningkatkan keahlian-keahlian khusus, serta ikut di setiap kegiatan yang ada di summer camp ini.

Pertama kali tiba di summer camp ini saya sangat disambut oleh anak-anak karena saya berpenampilan paling beda daripada yang lain. Karena saya mengenakan jilbab. Sama seperti yang lain, bak layaknya artis semua anak-anak, tutor atau guru di sini mengajak kami berkenalan dan berfoto bersama. Bahkan di hari pertama pun saya sudah diberi 8 hadiah dari anak-anak di sini. Mereka selalu ingin duduk dan berjalan bersama kami dan mencoba untuk berbicara dengan kami. Kemampuan bahasa Inggris mereka sangat basic, jadi kendala yang ditemui adalah komunikasi karena mereka hanya sedikit mengerti bahasa Inggris dan terus berbicara dengan kami dengan bahasa Rusia. Mereka berbicara dengan kami menggunakan bahasa Rusia dan kami menjawab dengan bahasa tubuh dan bahasa Inggris. Tetapi hal ini sangat berbeda dan seru. :)

Kebetulan saya berada di grup 4, terdiri dari 10 perempuan dan 10 laki-laki. Dari 20 anak-anak tersebut tidak ada yang berbicara bahasa Inggris secara fasih. Masih sangat basic, dan hanya mengetahui beberapa kata saja. Seperti “Hi, how are you? I am fine, thank you, Good morning, eat, go, sorry, stupid, dll.” Tutor di grup 4 pun sangat baik dan dia bisa berbicara bahasa Inggris, namanya Aliya, 19 tahun.

Sama seperti kejadian di Chelyabinsk, tak ada yang tahu di mana Indonesia, dan apa itu Indonesia. Tetapi setelah saya dan rekan saya dari Bandung mempresentasikan Indonesia, serentak mereka berkata “Wow, Indonesia is interesting.” Selain meningkatkan cultural understanding, toleransi, kemampuan bahasa Inggris, dan keahlian khusus, kami juga diminta untuk mengikuti setiap kegiatan yang ada. Selama liburan mereka benar-benar tidak ingin melakukan hal yang sama dan membosankan seperti yang mereka lakukan di sekolah. Mereka benar-benar ingin bebas dan merdeka, bebas bermain dan berekspresi sesuai dengan usianya. Untuk itulah penggagas camp ini memberikan kegiatan yang mengembangkan kreativitas dan otak kanan mereka, seperti sport competition, dance competition, kelas origami, menggambar, dll. Kami juga diminta untuk menjaga dan merawat anak-anak di summer camp ini.

Dari camp ini saya benar-benar menjadi orang yang peduli dengan anak-anak dan selalu berusaha untuk mengerti apa yang anak-anak mau terlebih lagi ada kendala perbedaan bahasa yang sama-sama kami tidak mengerti. Walaupun kadang-kadang menyebalkan karena saling tidak mengerti apa yang dikatakan satu sama lain, tetapi dari hal ini saya dituntut untuk meningkatkan kreativitas saya agar bisa mengambil hati anak-anak dan menjadi orang yang sangat menyenangkan bagi mereka. Karena bahasa orang seusia kita berbeda dengan bahasa anak-anak.Benar-benar pengalaman ini sangat jauh berbeda dengan pengalaman saya di Indonesia. Memberikan dampak positif kepada masyarakat dengan bahasa, budaya, pola fikir, dan tingkah laku yang berbeda. Walaupun banyak kendala yang dihadapi tetapi saya yakin banyak pula makna yang terkandung di dalamnya. Saya benar-benar hidup di lingkungan internasional sekarang. Saya tahu dengan jelas kebiasaan orang Rusia, Taiwan, USA, China, India, dan Polandia.

Dan yang paling melekat di benak saya adalah Indonesia adalah negara yang sangat luas dan besar, tetapi keberadaannya tak banyak diketahui oleh penduduk dunia. Mengerti pun hanya sebatas mendengar. Saya fikir tugas kita sekarang adalah memperkenalkan Indonesia ke seluruh dunia, biarkan mereka mengerti apa itu Indonesia dengan sejuta kekayaannya. Biarkan mereka berkata “Wow, Indonesia is an interesting country. I want to come to Indonesia.” Biarkan mereka memiliki keinginan yang besar untuk datang ke Indonesia dengan membawa perdamaian.

Saya pernah membaca salah satu koran dengan berita sedikitnya angka mahasiswa Indonesia yang ke luar negeri untuk kepentingan pendidikan atau kebudayaan. Dari hal itu berdampak sedikitnya penduduk dunia yang mengetahui keberadaan Indonesia. Mereka hanya tahu China, USA, dan negara-negara lain yang ikut serta di Piala Dunia. Sudah menjadi tugas kita untuk mematahkan anggapan itu. Banyak cara yang bisa dilakukan untuk membawa misi kebudayaan, pendidikan, dan hal positif lain ke luar negeri. Dengan mencari beasiswa kuliah diluar negeri, pertukaran pelajar, atau kalau saya memilih mengikuti Global Exchange Program dari AIESEC. Menggali pengalaman yang sangat berharga dalam hidup, membantu Indonesia agar dikenal di mata dunia, dan mengubah cara pandangmu. Bawa senyummu ke luar Indonesia, maka dunia akan tahu bahwa Indonesia adalah negara yang selalu tersenyum dan bahagia. :)

Saya tunggu ceritamu selanjutnya ketika berada di luar negeri dan mengumandangkan nama INDONESIA. :)

Tunggu cerita saya selanjutnya dari Rusia :)

Special thanks to : God, my parents, AIESEC Local Committee Universitas Diponegoro, Direktorat Pendidikan Tinggi (DIKTI), Universitas Diponegoro, Hollifood Enterprise, and my friends who I can’t tell one by one :)

I LOVE INDONESIA


murid-murid di Yes Linguistic Club, 17 tahun sampai 35 tahun.
di depan monumen penemu atom di Rusia (kalau nggak salah) bersama anggota Speak Freely Club
setelah presentasi Indonesia di summer camp
presentasi Indonesia di Yes Linguistic Club

salah satu murid di summer camp belajar bahasa Inggris dan menggambar, umurnya 12 tahun.
mempresentasikan Indonesia di Speak Freely Club





Comments

Popular posts from this blog

Kampung Lali Gadget: Paket Komplit untuk Anak Bergembira Bermain bersama Orang Tua, Menuntaskan Tugas Tumbuh Kembang, dan Mencintai Indonesia.

Brand & Branding: Pertama Kali Jatuh Cinta dengan Mereka

Setelah PCOS, 2 Garis itu Akhirnya Muncul!